1100 Hari

Kurang lebih 1100 hari sejak kepergian seorang teman, tepatnya tanggal 6 November 2016 lalu.
Mari kuperkenalkan kalian pada temanku ini. 

Namanya Atnan (semoga dia tenang di alam sana). Seorang laki-laki yang kukenal saat duduk di bangku SMP. Dia sangat murah senyum, eh lebih tepatnya murah tertawa. Dia sangat suka tertawa, dan saat tertawa, mulutnya akan terbuka lebar dan suaranya akan membahana ke seluruh ruang kelas. Selain itu, dia juga sangat suka membuat orang lain tertawa, mungkin karena idolanya adalah komedian Sule. Tidak hanya teman yang dia goda, bahkan beberapa guru tak luput dari godaannya, yang menjadi kebahagiaan kami sekelas, karena memiliki Sule KW Super.

Saat itu, tempat duduk kami berseberangan secara diagonal. Saat belajar, dia sangat suka rusuh dan mengganggu teman yang lain, namun masih dalam batas kewajaran, tidak sampai membuatnya dikeluarkan dari kelas. Dia dan teman laki-laki lainnya sangat gemar bermain game komputer saat itu. Ketika jam istirahat tiba, mereka senantiasa nongkrong depan layar komputer dan mulai asyik dengan game. Sedangkan teman-teman perempuan akan berkumpul di sisi lain kelas. Namun tak jarang kami menonton film bersama, atau berkumpul di depan kelas dan bercanda bersama. Kami semua melewati hari-hari terbaik yang pernah ada, selama 3 tahun.

Sejujurnya, saya tidak banyak berinteraksi dengannya sejak tamat SMP. Kami melanjutkan sekolah di SMA yang berbeda, namun saya masih mengingat dengan jelas salah satu pertemuan terakhir saya dengan dia saat hari pertama saya menjadi siswa SMA. Dia menertawakan saya yang menggunakan rok abu-abu panjang, jilbab, dan tas selempang. Tidak jauh berbeda dengan gaya saya saat SMP, namun dia terus menyinggung saya. Kami sempat berfoto saat itu di depan sekolah.

Terakhir kali saya melihatnya saat malam hari saya pulang dari kuliah dan melewati perwakilan bus dekat rumah, saat itu saya naik ojek. Saya melihatnya sekilas seperti akan pulang, bersama dengan kakak perempuannya. Saat itu, saya sangat ingin turun untuk sekedar menyapa, namun ojek yang saya naiki sangat laju dan saya hanya melewatinya. Siapa sangka, itu adalah kali terakhir saya melihatnya secara langsung.

Kabar kematiannya datang dengan perlahan, diawali dengan kabar kehilangan.

Suatu malam, saat saya membuka Line, bermunculanlah chat yang menanyakan keberadaan Atnan. Saat itu dia dan teman kuliahnya sedang mengadakan suatu kegiatan di areal air terjun, dan sejak siang hari, tidak ada yang menyadari kalau Atnan tidak lagi terlihat. Hingga sore datang, salah satu teman saya sejak SMP yang juga berteman dengan Atnan sejak SD, Afid, mulai sadar akan keberadaan Atnan yang tak tahu rimbanya. Dia mulai mencari Atnan. Bahkan menelpon beberapa orang untuk memastikan apakah Atnan pulang terlebih dahulu atau pergi ke suatu tempat. Hingga malam tiba, Atnan belum juga ditemukan. Namun malam itu, karena sangat kelelahan, saya tertidur cepat.

Keesokan harinya, saya membuka Line dan chat yang pertama kali saya bacaa adalah Innalillahi wa innailaihi raji'un. Saya shock, benar-benar terkejut. Tangan saya gemetar saat menscroll layar HP, sambil terus berharap apa yang terjadi, tidak terjadi. Baru kemarin rasanya kami semua bercanda gurau di ruang kelas. Menonton film bersama, makan rujak bersama, makan mie ayam bersama, nginapd di rumah teman bersama. Namun pagi itu dunia seperti mengambil salah satu orang yang paling berharga bagi kami. Dia yang selalu membuat kami tertawa, justru yang paling pertama menghadap yang Maha Kuasa. Seakan-akan kami kehilangan tawa itu sendiri.

Kronologisnya, Atnan ditemukan hanyut dalam arus air yang sangat deras. Afid adalah yang pertama kali menemukan jenazahnya setelah menemukan sepatunya terlebih dahulu. Afid, temannya sejak masih belum mengenal kerasnya kehidupan dunia, menjadi yang pertama mengantarnya meninggalkan dunia. Jenazahnya kemudian dipulangkan, dengan Afid yang tetap setia mendampinginya.

Sedangkan orangtuanya seperti tidak percaya. Satu-satunya anak laki-laki yang mereka miliki akhirnya pergi meninggalkan mereka terlebih dahulu. Apa yang lebih menyedihkan daripada mengantarkan anak yang dulu kau antar ke dunia, menuju alam akhirat yang lebih abadi?

Pemakaman Atnan berlangsung dalam duka yang mendalam. Teman-teman kampusnya ikut mengantarnya menuju sebenar-benarnya kehidupan. Sedangkan saya dan beberapa teman lain yang tidak sempat mengantarnya, hanya bisa mendoakan dari jauh.

Pagi itu saya ke kampus dan bertemu salah satu teman kelas saat SMP. Tanpa berkata apa-apa, saya spontan memeluknya dan jatuhlah air mata kami berdua. Air mata penuh kerinduan akan seorang teman yang mewarnai hari-hari terbaik kami. Air mata penuh penyesalan karena tak mampu mengantar dan bertemu untuk terakhir kalinya. Air mata penuh kesedihan karena tak mampu memberi penghormatan terakhir ataupun membalas jasanya karena telah membuat kami semua begitu bahagia selama 3 tahun. Semuanya tumpah ruah. Dalam air mata itu jua semua gundah dalam hati kami akhirnya terlepaskan.

Kami masih mengingatmu, teman. Sekarang, dan insha'Allah selamanya. Kami masih mendoakanmu. Semoga kau tenang di alam sana.

Al-Fatihah
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil 'alamin
Arrahmanirrahim
Maa liki yaumiddin
Iyya kana' budu wa iyyakana 'stain
Ihdinasshiratal mustaqim
Siratalladzina an 'am ta alaihim
Ghairil magdu bi 'alaihim
Waladdholliin
Aamiin


Makassheart
7 November 2019
Musholla RS Pelamonia

Belum ada Komentar untuk "1100 Hari"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel